posted by: Faiz Nashrulloh Al Hakim. Selesai sudah ritual pagi yang dilakukan secara berjamaah oleh warga pondok pesantren Darus Sunnah, yaitu Sholat Subuh. Dilanjutkan dengan membaca wirid dan ditutup dengan berdoa yang dipimpin oleh imam shalat. Demikianlah, aktifitas santri, musyrif, dan ustadz di pondok pesantren tiap pagi. Di saat sebagian orang masih ogah-ogahan untuk beranjak dari tempat tidurnya, kami sudah harus bangun untuk melakukan berbagai hal dalam rutinitas pagi hari itu.
Setalah, terlihat kesibukan para santri yang berhamburan keluar
dari dalam masjid. Mereka kemudian mengambil kitab masing-masing dan kemudian
menuju ke ruang belajar untuk mendengarkan penjelasan guru. Karena memang
ketika itu, jadwal kami adalah belajar dengan pak kyai, maka kami harus mencari
sandal karena ruang belajar bersama beliau di luar lingkungan pondok putra.
Suasana ramai penuh kedamaian terlihat jelas, dimana para santri
berjalan bersama – sama, mengenakan seragam putihnya sambil masing-masing
menenteng kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sejenak kemudian, sampailah
kami di ruang belajar. Sangat jelas bagi kami, telah duduk seorang yang penuh
kharismatik duduk di atas kursi mengenakan kaca mata sembari membolak-balik
lembaran kitab. Sesaat kemudian, para santri telah duduk rapi di hadapan
beliau.
Pada saat ini pula, dilantunkan syair-syair yang berjumlah 40 bait
berisi ilmu mustalah hadis, Mandzumah al-Bayquniyyah. Syair ini selalu
didendangkan setiap pagi oleh kami sebelum memulai pengajian. Selesai bersyair,
suasana terasa tenang, tak lama setelah itu terdengar suara lirih dari depan
kami membuka kegiatan pagi kala itu dengan berdoa :
اللهم
فقّهنا في الدين وعلمنا التأويل.
Doa itu adalah doa yang pernah diucapkan Nabi Muhammad Saw kepada
sahabat Ibn Mas’ud r.a, dengan harapan tentunya semoga para santri beliau akan
memperoleh pemahaman dalam agama secara baik.
Bertepatan dengan saat itu, kami membaca mengenai hadis yang
berbicara tentang keadaan sakitnya Nabi Muhammad yang dengan itu beliau
meninggal dunia. Sejenak, jiwa ini terbang ke masa lalu, tepatnya 14 abad yang
lalu ke daerah suci Makkah dimana disana hidup orang yang paling mulia yang
menjadi penutup para utusan, Rasulullah Saw. Terbayang kisah ketika jiwa
agung itu mengalami sakit yang tentunya membuat orang disekitarnya merasa berat
hati. Namun, ditegaskan Allah Swt, bahwa kamu itu akan mati dan mereka juga
akan mati. Sebuah isyarat akan kepergian makhluk mulia ini ditangkap oleh Ibn
Mas’ud r.a. ketika manfsirkan Q. S. Al-Nashr.
Tiba-tiba, ditengah-tengah pembelajaran kami, pak kyai menyaksikan
ada gerakan aneh pada kepala salah seorang santri yang berada di sisi kiri
beliau. Gerakan naik turun (mengangguk-angguk) yang menandakan santri tersebut
terbuai oleh rasa kantuk. Untuk hal yang satu ini, pak kyai adalah orang yang
paling jeli dan terkadang beliau mengambil senter kemudian di sorotkan kepada
wajah santri yang mengantuk tersebut. Sejurus kemudian, beliau agak menaikkan
volume suara dan dengan lantang berkata “Madza Qultu Anaa?”. Untuk kali
pertama beliau mengucapkan kalimat itu dengan tempo yang cepat. Namun, jika
santri belum menjawab beliau mengulangnya dengan tempo lebih pelan dengan
beberapa penekanan pada bagian-bagiannya, Madzaaa Qultu Anaaa ?. Itu
adalah sebuah pertanyaan yang dimaskudkan untuk mencari kepastian apakah santri
yang mengantuk itu mendengar dan merekam penjelasan beliau meskipun diserang
rasa kantuk atau tidak mendengar sama sekali.
Maka, akan ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Jika santri
menjawab dengan tepat selamatlah dia. Untuk yang satu ini terkadang pak kyai mengatakan
dengan sambil guyon, kamu kaya gus dur. Tidur tapi ditanya Nyambung. Kemungkinan
kedua adalah beliau mengatakan “Qum”. Artinya santri tersebut kena ta’dzir
untuk belajar sambil berdiri, ya tujuannya bar gk ngantuk lagi. Bagi saya
sendiri yang pernah mengalami, memang setelah lama berdiri kemudian setelah
beberapa menit lamanya, tidak merasa ngantuk. Parahnya, jika sudah di minta
berdiri masih ngantuk, hehehe.
Kalau santri cerdas, sebenernya bisa saja mengakali pak yai.
Seperti yang dilakukan salah seorang teman kami. Terlihat tidak berkonsentrasi,
pak kyai bertanya kepadanya Madza Qultu Ana. Eee, dia menjawab al-Amru
Bi-l-Qiyam ila akhi ..karena memang sebelum pak kyai bertanya kepadanya
beliau baru memerintahkan seorang santri untuk berdiri. Melihat ulah santri
satu ini dengan jawabannya, pak kyai bukannya marah dan menyuruhnya berdiri,
malahan beliau tersenyum sambil sedikit tertawa dan menampakkan rangkaian
giri-giginya yang bersih.
Bagi kami, ini merupakan bentuk perhatian seorang guru (ayah)
kepada anak-anaknya. Beliau tidak ingin ada satu huruf dari penjelasannya yang
terlewatkan dari santri-santri yang sedang belajar kepada beliau. Untuk pak
kyai, semoga diberikan umur panjang sehingga kami masih bisa belajar lebih
banyak dan lebih lama, aamiin, al-faatihah .....
SOCIALIZE IT →