Senin, 05 Oktober 2015

Sebuah Kata dan Isyarat Perhatian yang Tulus

Posted By: Unknown - 00.56













posted by: Faiz Nashrulloh Al Hakim. Selesai sudah ritual pagi yang dilakukan secara berjamaah oleh warga pondok pesantren Darus Sunnah, yaitu Sholat Subuh. Dilanjutkan dengan membaca wirid dan ditutup dengan berdoa yang dipimpin oleh imam shalat. Demikianlah, aktifitas santri, musyrif, dan ustadz di pondok pesantren tiap pagi. Di saat sebagian orang masih ogah-ogahan untuk beranjak dari tempat tidurnya, kami sudah harus bangun untuk melakukan berbagai hal dalam rutinitas pagi hari itu.
Setalah, terlihat kesibukan para santri yang berhamburan keluar dari dalam masjid. Mereka kemudian mengambil kitab masing-masing dan kemudian menuju ke ruang belajar untuk mendengarkan penjelasan guru. Karena memang ketika itu, jadwal kami adalah belajar dengan pak kyai, maka kami harus mencari sandal karena ruang belajar bersama beliau di luar lingkungan pondok putra.
Suasana ramai penuh kedamaian terlihat jelas, dimana para santri berjalan bersama – sama, mengenakan seragam putihnya sambil masing-masing menenteng kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sejenak kemudian, sampailah kami di ruang belajar. Sangat jelas bagi kami, telah duduk seorang yang penuh kharismatik duduk di atas kursi mengenakan kaca mata sembari membolak-balik lembaran kitab. Sesaat kemudian, para santri telah duduk rapi di hadapan beliau.
Pada saat ini pula, dilantunkan syair-syair yang berjumlah 40 bait berisi ilmu mustalah hadis, Mandzumah al-Bayquniyyah. Syair ini selalu didendangkan setiap pagi oleh kami sebelum memulai pengajian. Selesai bersyair, suasana terasa tenang, tak lama setelah itu terdengar suara lirih dari depan kami membuka kegiatan pagi kala itu dengan berdoa :
اللهم فقّهنا في الدين وعلمنا التأويل.
Doa itu adalah doa yang pernah diucapkan Nabi Muhammad Saw kepada sahabat Ibn Mas’ud r.a, dengan harapan tentunya semoga para santri beliau akan memperoleh pemahaman dalam agama secara baik.
Bertepatan dengan saat itu, kami membaca mengenai hadis yang berbicara tentang keadaan sakitnya Nabi Muhammad yang dengan itu beliau meninggal dunia. Sejenak, jiwa ini terbang ke masa lalu, tepatnya 14 abad yang lalu ke daerah suci Makkah dimana disana hidup orang yang paling mulia yang menjadi penutup para utusan, Rasulullah Saw. Terbayang kisah ketika jiwa agung itu mengalami sakit yang tentunya membuat orang disekitarnya merasa berat hati. Namun, ditegaskan Allah Swt, bahwa kamu itu akan mati dan mereka juga akan mati. Sebuah isyarat akan kepergian makhluk mulia ini ditangkap oleh Ibn Mas’ud r.a. ketika manfsirkan Q. S. Al-Nashr.
Tiba-tiba, ditengah-tengah pembelajaran kami, pak kyai menyaksikan ada gerakan aneh pada kepala salah seorang santri yang berada di sisi kiri beliau. Gerakan naik turun (mengangguk-angguk) yang menandakan santri tersebut terbuai oleh rasa kantuk. Untuk hal yang satu ini, pak kyai adalah orang yang paling jeli dan terkadang beliau mengambil senter kemudian di sorotkan kepada wajah santri yang mengantuk tersebut. Sejurus kemudian, beliau agak menaikkan volume suara dan dengan lantang berkata “Madza Qultu Anaa?”. Untuk kali pertama beliau mengucapkan kalimat itu dengan tempo yang cepat. Namun, jika santri belum menjawab beliau mengulangnya dengan tempo lebih pelan dengan beberapa penekanan pada bagian-bagiannya, Madzaaa Qultu Anaaa ?. Itu adalah sebuah pertanyaan yang dimaskudkan untuk mencari kepastian apakah santri yang mengantuk itu mendengar dan merekam penjelasan beliau meskipun diserang rasa kantuk atau tidak mendengar sama sekali.
Maka, akan ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Jika santri menjawab dengan tepat selamatlah dia. Untuk yang satu ini terkadang pak kyai mengatakan dengan sambil guyon, kamu kaya gus dur. Tidur tapi ditanya Nyambung. Kemungkinan kedua adalah beliau mengatakan “Qum”. Artinya santri tersebut kena ta’dzir untuk belajar sambil berdiri, ya tujuannya bar gk ngantuk lagi. Bagi saya sendiri yang pernah mengalami, memang setelah lama berdiri kemudian setelah beberapa menit lamanya, tidak merasa ngantuk. Parahnya, jika sudah di minta berdiri masih ngantuk, hehehe.
Kalau santri cerdas, sebenernya bisa saja mengakali pak yai. Seperti yang dilakukan salah seorang teman kami. Terlihat tidak berkonsentrasi, pak kyai bertanya kepadanya Madza Qultu Ana. Eee, dia menjawab al-Amru Bi-l-Qiyam ila akhi ..karena memang sebelum pak kyai bertanya kepadanya beliau baru memerintahkan seorang santri untuk berdiri. Melihat ulah santri satu ini dengan jawabannya, pak kyai bukannya marah dan menyuruhnya berdiri, malahan beliau tersenyum sambil sedikit tertawa dan menampakkan rangkaian giri-giginya yang bersih.

Bagi kami, ini merupakan bentuk perhatian seorang guru (ayah) kepada anak-anaknya. Beliau tidak ingin ada satu huruf dari penjelasannya yang terlewatkan dari santri-santri yang sedang belajar kepada beliau. Untuk pak kyai, semoga diberikan umur panjang sehingga kami masih bisa belajar lebih banyak dan lebih lama, aamiin, al-faatihah .....

About Unknown

IHNA adalah singkatan dari Ittihadu Marhalatina. IHNA adalah nama sebuah angkatan mahasantri di Pondok Pesantren Darus Sunnah yang diasuh oleh Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya'kub, MA.

0 komentar:

Posting Komentar

Ads

Iklan Murah Meriah

Copyright © 2015 All Rights Reserved

Designed by Templatezy