Sabtu, 18 Juni 2016

PUASA DAN KEPEDULIAN SOSIAL

Posted By: Unknown - 19.46
          
Oleh : Diki Ramdani



          Puasa (Arab: shaum), secara etimologi shaum adalah al-Imsak, yang berarti menahan. Imam Syamsudin al-Qurtubi (w:671 H) dalam tafsirnya al-Jami’ li ahkam al-Qur’an,  mendefinisikan bahwa shaum itu menahan diri hal-hal yang dapat membatalkannya dan disertai dengan niat, dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, sementara puasa menjadi sempurna dengan menjahui larangan-larangan Allah Swt[1]. Maka bulan Ramadhan merupakan manifestasi pelatihan diri agar kita mampu menahan diri dari hawa nafsu dan hal-hal yang diharamkan-Nya.
Allah Swt berfirman dalam surat al-Baqarah ayat:183
يٰآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ( البقرة:158)
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkannya berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
          Dari ayat ini dapat kita ketahui bahwa tujuan dari puasa adalah menjadi orang yang bertakwa. Kata تتّقون merupakan bentuk fi’il mudhari’ yang menunjukkan masa sekarang dan yang akan datang, oleh karena itu puasa merupakan momentum penggemblengan diri dan peningkatan mutu spiritual sehingga bisa menghasilkan ketakwaan yang terus-menerus. Di antara ciri-ciri orang yang bertakwa sebagaimana Allah Swt sebutkan dalam surat Alu-‘Imran ayat : 134
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
Artinya :
“Yaitu orang-orang yang menginfakan hartanya, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan”
          Kandungan ayat ini menjelaskan sebagian karateristik orang yang bertakwa, yaitu orang-orang selalu menginfakan hartanya, hal ini tentunya telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw melalui kedermawananannya dan kepeduliannya kepada rakyat kecil, apalagi ketika memasuki bulan Ramadhan, Nabi Saw lebih dermawan dari bulan-bulan lainnya,[2] sebagaimana yang digambarkan oleh sahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas dalam hadis Shahih yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari, bahwa kedermawanan Nabi Saw pada bulan Ramadhan bagaikan angin yang yang kencang (al-rih al-mursalah)[3].
          Dari sini dapat kita ketahui bahwa di dalam puasa tersirat pelatihan dan  pendidikan, salah satunya ialah pendidikan kepedulian sosial. Orang yang berpuasa tidak makan dan juga tidak minum seharian, seyogianya ia bisa mentafakuri rasanya menjadi orang-orang kelas bawah yang hidupnya serba kekurangan dan kesulitan, bahkan hanya untuk menadapatkan sesuap nasi, dengan berpuasa, maka terbangunlah rasa kepedulian terhadap sesama, lalu ia infakan sebagian hartanya untuk orang-orang yang kurang mampu.
Orang yang berpuasa juga harus menjaga hawa nafsunya, menjaga dari perkataan yang dapat menyakiti hati orang lain, mencaci, menghina, berdusta dan kalam al-zur  yang lainnya. Sebagaimana yang tercatat dalam Hadis Nabi Saw dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari:
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ، أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ.
Artinya :
“puasa adalah benteng, apabila salah seorang kalian sedang berpuasa maka hendaknya tidak berkata kotor dan membangkang. Jika ada orang yang mengajaknya bertengkar atau mencacinya, maka hendaknya ia katakan, ‘sesungguhnya aku sedang berpuasa.’[4]
Mengenai hadis di atas, Imam Syihabudin rahimahullah (w.923 H) mengutip pendapat al-Imam al-Nawawi (w.676 H) rahimahullah, orang yang berpuasa itu apabila ada orang yang mencacinya dan mengajaknya bertengkar hendaknya ia mengatakan ‘sesungguhnya aku sedang berpuasa’ dengan lisannya karena hal itu lebih menguatkan, jika dibarengi di dalam hatinya maka hal itu lebih baik pula[5]
Dari hadis di atas, terdapat dua pendidikan dari puasa:
1.     orang yang berpuasa itu harus lebih berhati-hati dalam berkata, jangan sampai keluar perkataan kotor dari mulutnya seperti berdusta, menghina orang lain, membicarakan ‘aib saudaranya dan lain sebagainya dan perkataan yang dapat membuat hati orang terskiti, sehingga setelah ia berpuasa dan seterusnya ia terbiasa menjaga perkataannya dari hal-hal buruk tersebut. Dari sinilah orang yang berpuasa itu dilatih dan didik untuk selalu memperhatikan keadaan sosial, agar ia tidak hancur disebabkan oleh perkataanya. Karena perkataan itu bisa membuat persahabatan dan persaudaraan menjadi hancur jika tidak hati-hati dalam menjaganya. Sebuah pepatah mengatakan :
رُبَّ لَفْظَةٍ أَفْقَدَتِ الصُّحْبَةَ وَالْإِخَاءَ
“tidak sedikit dari ucapan yang membuat hancur persahabatan dan persaudaraan”

2.     orang yang berpuasa itu dilatih dan dididik  untuk selalu sabar, apabila ada orang yang mencacinya. Sikap sabar ini selalu dicontohkan oleh Nabi Saw, terutama dalam menjalankan dakwahnya, beliau selalu sabar dan tidak pernah membalas dendam kepada orang yang mencacinya. Sikap kedua ini pula sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas tentang karakteristik orang-orang yang bertakwa yaitu “orang-orang yang senantiasa menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain.”
          Apabila poin-poin diatas menjadi target orang yang berpuasa, tentu keadaan sosial akan semakin harmonis dan sejahtera. Bagaimana tidak? Setiap orang saling berbagi, orang kaya membantu yang miskin, tetangga membantu tetangganya yang lain, saling berbagi, saling memaafkan satu sama lain dan menjaga ucapannya masing-masing. Semua hal itu telah diajarankan oleh Islam, salah satunya melalui ibadah puasa.
Selamat menunaikan ibadah puasa ramadhan 1437 H
Semoga kita bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya, diberkahi dan diridoi oleh Allah Swt. Amiin


[1] Imam Syamsudin al-Qurtubi, al-Jami’ li ahkam al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyah, 1384 H) Jilid 2, hal 273
[2] Ali Mustafa Yakub, Islam Is Not Only For Muslims, (Tangerang Selatan:Maktabah Darus-Sunnah, 1347 H) hal:78
[3] Shahih Bukhari, 4997
[4] Shahih Bukhari, 1904
[5] Imam Syihabudin al-Qasthalani (w.923 H), Irsyad al-sari li syarh shahih al-Bukhari, (Kairo: al-Matba’ah al-kubra al-amiriyah, 1323 H) jilid 3, hal 354

About Unknown

IHNA adalah singkatan dari Ittihadu Marhalatina. IHNA adalah nama sebuah angkatan mahasantri di Pondok Pesantren Darus Sunnah yang diasuh oleh Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya'kub, MA.

0 komentar:

Posting Komentar

Ads

Iklan Murah Meriah

Copyright © 2015 All Rights Reserved

Designed by Templatezy